Senin, 22 Februari 2016

21 Februari, Hari Peduli Sampah Nasional

Peringatan Hari Peduli Sampah Nasional dipicu oleh tragedi longsor sampah di Leuwigajah, Jawa Barat, pada 21 Februari 2005 silam.



Tiap tahunnya, kota-kota di dunia menghasilkan sampah hingga 1,3 miliar ton. Diperkirakan oleh Bank Dunia, pada tahun 2025, jumlah ini bertambah hingga 2,2 milir ton.
Manajemen sampah yang buruk, terutama di negara-negara berkembang, menjadi salah satu pemicunya. Di negara seperti Indonesia contohnya, angka pendaurulangan sampah termasuk rendah yakni di bawah 50 persen. Kesadaran untuk tidak membuang sampah sembarangan juga masih memprihatinkan.
Tidak heran jika kemudian sampah mudah ditemui di Tanah Air. Tengok saja di selokan, jalanan, sungai, dan kali. Slogan "Jangan buang sampah sembarangan" hanya jadi kalimat tumpul yang gagal menggugah kesadaran bahaya sampah.
Padahal sampah bisa menimbulkan kematian, seperti yang terjadi dalam tragedi longsornya sampah di Leuwigajah, Cimahi, Jawa Barat, pada 21 Februari 2005 silam. Tragedi ini memicu dicanangkannya Hari Peduli Sampah Nasional yang diperingati tepat di tanggal insiden itu terjadi.
sampah pantai,bbew 2012Pembersihan pantai dari sampah di Bali dalam Bali's Big Eco Weekend (BBEW) 2012. (Dok. BBEW 2012).
Ada beberapa gerakan mengatasi sampah yang dicanangkan di Indonesia, di antaranya gerakan 3R (Reuse Reduce Recycle) dan Bank Sampah.
Dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Bank Sampah, di Malang, Jawa Timur, pada November silam, Menteri Lingkungan Hidup Balthasar Kambuaya menyampaikan keuntungan ekonomi dari Bank Sampah.
"Dengan adanya Bank Sampah itu, yang diutamakan, rakyat lebih peduli lingkungan, tidak lagi membuang sampah sembarangan dan bisa lebih sejahtera dari sampah," ujar Balthasar.
Jumlah kota yang mengembangkan Bank Sampah meningkat dari 22 kota menjadi 41 kota pada tahun 2012. Jumlah unit Bank Sampah juga bertambah dari 471 menjadi 585 unit, meningkat sekitar 24 persen.
Meski dianggap kecil, gerakan ini sudah menjadi landasan untuk melawan sampah. Gerakan ini juga membuka peluang menjadikan masalah sampah lebih ekonomis, ramah lingkungan, dan berkelanjutan secara sosial.
Dikatakan Matthew Gubb, Direktur dari International Environmental Technology Centre (IETC) UNEP, peluang tersebut merupakan, "Area model untuk menghijaukan ekonomi."
(Zika Zakiya. Sumber: UNEP, Kompas.com, Kementerian LH )